PENGARUH SUPLEMENTASI PADA ANAK SAPI TERHADAP
PENAM,PILAN REPRODUKSI INDUK
Oleh
Petrus Kune, I.G.N. Jelantik, M.L. Mullik, R. Copland, J.A. Jermias, C.L. Leopenu,
H L L Belly, W M M-Nalley
Fakultas Peternakan Universitas Nusa Cendana Kupang
ABSTRAK
Penelitian tentang pengaruh suplementasi kepada anak sapi terhadap tampilan reproduksi induknya telah dilaksanakan selama dua (2) tahun terhadap 62 ekor sapi induk sapi yang anaknya diberikan suplementasi dan 58 ekorinduk yang anaknya tidak diberikan suplementasi (control). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengamati apakah pemberian suplementasi kepada anak sapi yang menyusui dapat mempengaruhi performans reproduksi induk sapi yang menyusui anak sapi tersebut. Penelitian ini dilaksanakan langsung di tingkat peternak pada wilayah kabupaten Kupang. Untuk mencapai tujuan tersebut maka telah dirancang sebuah penelitian yang terdiri dari kelompok perlakuan, yakni yang diberi suplementasi dan yang tidak diberi suplementasi kepada anaknya. Sapi betina yang digunakan ini adalah sapi betina yang sedang memiliki anak sapi yang berumur sejak mampu mengkonsumsi suplemen selama musim kemarau. Untuk mengetahui perbedaan tampilan reproduksi diantara kedua kelompok ternak sapi iniduk ini dilakuan uji statistik menggunakan uji t. variabel yang diamati dalam mengamati tampilan reproduksi sapi-sapi induk tersebut adalah angka kelahiran, bulan konsentrasi lahir dan jarak (interval) beranak. Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa tidak ada perbedaan antara kedua perlakuan ini pada parameter angka kelahiran, jarak beranak.
Produktivitas sapi Bali baik jumlah (populasi) maupun mutu (pertambahan berat badan) di kabupaten Kupang dinyalir kuat telah mengalami penurunan. Berbagai faktor penyebab dan upaya untuk mengatasi fenomena penurunan tersebut telah dikemukakan oleh berbagai komponen di berbagai kesempatan. Penurunan populasi sapi Bali diyakini disebabkan oleh tiga jalur utama berikut ini : a). menurunnya angka kelahiran, b). meningkatnya angka kematian dan c). tinggingnya tingkat pemotongan sapi betina produktif. Upaya-upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi ketiga hal tersebut masih belum mengarah kepada suatu bentuk penanganan yang efektif dalam mengatasi ketiganya sekaligus. Upaya mengatasi ketiga masalah ini masih cenderung berjalan sendiri-sendiri, sehingga ketika salah satu masalah teratasi tidak serta merta mengatasi fenomena berikutnya melainkan meningkatkan intensitas masalah lain atau bahkan mendatangkan masalah baru sehingga memperbanyak masalah dan menambah rumitnya upaya mengatasi masalah yang telah diketahui solusinya. Upaya meningkatkan angka kelahiran melalui distribusi sapi betina bibit 1-2 ekor per orang dan penyebaran ternak jantan ke kelompok peternak merupakan praktek-praktek upaya meningkatkan jumlah kelahiran. Vaksinasi dan pengobatan serta pendampingan secara intensif kepada peternak diharapkan dapat menekan angka kematian ternak sapi terutama kematian anak sapi. Solusi yang secara simultan dapat dapat mengatasi 2-3 masalah sekaligus harus didorong untuk mempercepat peningkatan produktivitas sapi Bali di daerah ini. Penambahan suplementasi kepada anak sapi untuk menurunkan angka kematian anak disinyalir menjadi harapan solusi tersebut. Selain menekan angka kematian juga dipastikan dapat meningkatkan performans reproduksi sapi betina induk dalam rangka menigkatkan angka kelahiran bahkan melalui percepatan pertumbuhan sapi-sapi bakalan dapat menyediakan ternak alternatif yang menggantikan sapi-sapi betina prduktif yang selalu terancam dipotong di rumah potong hewan (RPH). Penelitian yang dilaksanakan selama dua tahun (2007-2008) ini ditujukan pula untuk mengamati performans reproduksi sapi betina induk yang anaknya diberikan suplementasi selama periode.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan penelitian yang dilaksanakan ini adalah untuk mengetahui pengaruh suplementasi kepada anak sapi terhadap performans reproduksi sapi betina induk terutama angka kelahiran, konsentarsi bulan lahir dan jarak beranak (calving interval). Diharapkan hasil penelitian ini memberikan solusi bagi penurunan angka kematian anak sapi dan peningkatan performans reproduksi sapi betina induk (produksi anak) secara efektif.
MATERI DAN METODA
Penelitian ini dilakukan di kecamatan Kupang Timur, Kupang Tengah dan Taebenu kabupaten Kupang selama tahun 2007-2008. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 154 ekor sapi betina yang memiliki anak sapi yang masih dalam periode menyusui merupakan sapi milik masyarakat. Ke-154 ekor ini terbagi menjadi 69 ekor berada dalam kelompok perlakuan dan 85 ada dalam kelompok kontrol.
Setiap sapi betina induk diidentifikasi sejak bunting tua atau segera setelah beranak untuk selanjutnya disiapkan pakan suplemen bagi anaknya. Anak sapi akan dikandangkan dalam kandang anak yang telah dilengkapi dengan tempat makan dan setiap hari diberikan suplemen yang disiapkan, sementara sapi induknya dilepas mencari makan di luar kandang. Anak sapi dan induknya kembali dipertemukan pada sore hari setelah induknya kembali ke kandang sampai besok pagi sebelum induknya meninggalkan kandang. Sapi-sapi yang dilepas keluar kandang setiap hari terdiri dari sapi induk materi penelitian ini, anak-anak sapi yang tidak menyusu lagi dan sapi-sapi dara (jantan dan betina) dan sapi-sapi jantan pemacek, sementara yang ditinggal dikandang hanyalah anak sapi yang diberi suplemen.
Penelitian ini dirancang dalam dua kelompok perlakuan yakni kelompok sapi betina induk yang anaknya mendapat suplementasi selama berada didalam kandang saat ditinggal induk-induknya, dan kelompok kontrol dimana sapi-sapi betina dan anaknya dilepas dan dikandangkan secara berrsama-sama, yakni pola yang umum dilakukan oleh masyarakat peternak disebagian wilayah di Timor Barat. Ada sejumlah sapi betina yang pada tahun pertama menjadi kelompok kontrol kemudian pada tahun kedua masuk dalam kelompok perlakuan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Angka Kelahiran (Calf Crop)
Total angka kelahiran yang diperlihatkan dari dua kelompok sapi betina induk yang terlibat dalam penelitian ini adalah sebesar 86.0 % atau 128 ekor dari 148 ekor. Kelompok sapi betina induk yang anaknya mendapat suplemen pada tahun 2007 terdapat 49 ekor dari 57 ekor (85,9 %) yang kembali beranak pada tahun 2008. Sedangkan kelompok betina induk yang anaknya tidak mendapat suplemen (kelompok kontrol) pada tahun 2007 dan 2008 sebanyak 91 ekor terdapat 79 ekor yang kembali beranak pada tahun 2008 atau 86.0 %. Sapi-sapi betina induk yang belum beranak ini sedang dalam keadaan bunting tua. Angka kelahiran ini ternyata lebih tinggi dari angka kelahiran pada sapi Bali pada beberapa penelitian sebelumnya di wilayah Timor Barat ini yakni seperti Wirdahayati dan Bamualim (1990) mendapatkan angka kelahiran 65 %; Jelantik 2001 sebesar 64,5 % dan Manggol dkk. (2007) sebesar 65 %. Hasil ini sama dengan tingkat kelahiran sapi Bali yang dikemukakan Banks, 1986 dan hampir sama dengan penelitian Pastika dan Darmaja tahun 1979 sebesar 83.4 %, namun masih lebih rendah dari hasil peneltian Kirby, 1978 di Australia sebesar 90-100 %. Meskipun demikian diakui bahwa jumlah sapi betina induk yang terlibat di dalam penelitian ini belum mampu mewakili seluruh populasi sapi Bali betina produktif di wilayah ini. Namun cukup memberikan motivasi bahwa jika sapi Bali dikelola secara baik dapat memperlihatkan angka kelahiran yang tinggi.
Tingginya angka kelahiran ini lebih disebabkan oleh dua hal yakni kesempatan yang besar bagi induk untuk mencari pakan di padang penggembalaan tanpa disibukan oleh kehadiran anaknya (ternak kelompok kontrol) dan hadirnya pejantan pemacek di dalam kelompoknya sehingga peluang terjadinya perkawinan antara ternak sapi cukup besar. Kelompok sapi betina induk yang di dalam kelompoknya memiliki sapi jantan yang layak sebagai pejantan pemacek baik untuk kelompok betina kontrol maupun perlakuan memperlihatkan angka kelahiran yang tinggi bahkan di atas 90 %. Sebaliknya kelompok sapi betina induk yang anaknya tidak mendapat suplemen memiliki sapi jantan pemacek di dalam kelompoknya tetap memperlihatkan angka kelahiran di atas 80%. Hal ini mengindikasikan sapi Bali khususnya betina induk masih dapat memperlihatkan kesuburannya pada cekaman yang tidak terlampau buruk Kisaran skor kondisi tubuh induk pada saat kawin kembali setelah beranak adalah berkisar 2-3.
Suplementasi yang diberikan kepada anak dapat memberikan beberapa keuntungan bagi ternak dan peternak diantaranya membatasi daerah jelah betina induk dari kandang anaknya sehingga peternak tidak terlalu jauh mencari atau menggembalakannya. Namun hal ini jika tidak dikelola secara baik dapat berdampak buruk terhadap tampilan reproduksi berikutnya yakni penundaan waktu kawin sapi betina induk untuk beberapa siklus karena tidak ada pejantan pemacek di dalam kelompoknya. Hal ini terlihat pada beberapa peternak yang sapi betinanya berada dalam kelompok perlakuan (suplementasi) ternyata belum beranak lebih dari 12 bulan post partum sehingga mengakibatkan meningkatnya jarak beranak.
Konsentarsi Bulan Lahir
Konsentrasi bulan lahir adalah waktu (bulan) dimana sapi Bali Timor banyak beranak. Konsntrasi waktu beranak pada sapi Bali berkisar antara Juni dan Juli, sekalipun ada sapi betina induk yang beranak pada bulan Maret-May dan Agustus-Oktober setiap tahun. Konsentrasi bulan beranak pada ternak sapi betina iduk yang anaknya diberi suplemen sekitar 85 % beranak di bulan Juni-Juli dan sekitar 15 % yang beranak diluar kedua bula tersebut. Hal ini disebabkan karena anak sapi yang diberi suplemen di kandang tidak dibiarkan mengikuti induknya kepadang sehingga frekuensi menyusu anak menjadi rendah. Secara hormonal rendahnya frekuensi menyusui anak menyebabkan hambatan progesteron terhadap sekresi dan aktivitas hormon foliikel stilmulating hormone (FSH) menjadi rendah, sehingga pertumbuhan dan perkembangan folikel berjalan normal. Kondisi ini memperlihatkan bahwa sapi-sapi induk yang anaknya disuplementasi memiliki konsentrasi bulan beranak yang seragam akibat dari modifikasi kondisi hormonal dan fisiologi yang terjadi saat memperlihat berahi dan dikawini.
Kecenderungan ada sapi betina yang beranak di atas bulan Juli hingga bulan Nopember di dapatkan pada sapi betina induk yang di dalam kelompok sapi betinanya tidak terdapat sapi jantan pemacek dan pengontrolan peternaknya juga cukup ketat sehingga sapi betina tersebut terlambat mendapatkan sapi jantan untuk kawin. Pengaturan waktu kawin sangatlah penting dalam mengatur tampilan reproduksi sapi betina induk pada periode berikutnya. Ada sapi-sapi betina kontrol yang anaknya tidak diberikan suplemen namun di dalam kelompoknya memiliki sapi jantan dapat memperlihatkan konsentrasi waktu beranak yang jatuh pada bulan Juni-Juli sekitar 45 %.
Kelompok sapi betina yang tidak memiliki sapi jantan di dalam kelompoknya baik pada kelompok perlakuan anaknya maupun kelompok kontrol dapat memperlihatkan sebaran waktu beranak dalam 5-6 bulan (May-Okteber). Hal ini disebabkan oleh beberapa hal : a). sapi betina
Tabel 1. Konsentarsi Bualan Beranak Sapi-sapi Penelitian
| Konsentrasi Bualan Beranak | | ||||||||
Perlakuan | Mrt | Aprl | May | Juni | Juli | Ags | Sept | Okt | Nop | |
Kontrol | 4 (4%) | 8 (9%) | 12 (14%) | 21 (24%) | 19 (22%) | 7 (8%) | 7 (8%) | 5 (5%) | 2 (2%) | 85 |
Suplementasi Persentase | - | 1 (2%) | 2 (4%) | 25 (51%) | 17 (34,7% | 2 (4%) | 1 (2%) | - | 1 (2%) | 49 |
Jumlah | 4 | 9 | 14 | 46 | 36 | 9 | 8 | 5 | 3 | 134 |
Persentase | 3% | 6.7% | 10% | 34% | 26% | 6.7% | 5.9% | 3.7% | 2.2% | |
yang anaknya mendapatkan suplemen, maka jarak mencari makanan dari kandang anaknya pada jarak yang tidak jauh sehingga tidak ada peluang yang besar untuk menemukan jantan dari kelompok ternak lain, b). Sapi-sapi jantan dari kelompok sapi luar sering tidak memiliki waktu yang cukup untuk menjelajah mencari betina di luar kelompoknya karena hampir setiap saat ada betina di dalam kelompoknya atau kelompok terdekat yang berahi dan harus dikawini, sapi betina pada kelompok kontrol yang diikat atau digembalakan secara intensif sering sulit mendapatkan sapi jantan apalagi konsentrasi waktu kawin terjadi hampir di seluruh kelompok ternak betina. Sapi betina pada kelompok kontrol hanya dapat beranak pada bulan Juni-Juli pda sapi betina yang dipelihara secara ekstensif dimana sapi dilepas untuk beberapa hari (2-4 hari) baru dikembalikan ke kandang.
Jarak Beranak
Jarak beranak sapi (calving interval) dalam penelitian ini berkisar antara 12-14 bulan meskipun ada yang mencapai 16 bulan. Pada kelompok Perlakuan rata-rata jarak beranak sekitar 12-13 bulan meskipun harus memiliki sapi jantan di dalam kelompoknya demikian pula sapi betina pada kelompok kontrol. Sai-sapi betina yang jarak beranaknya di atas 14 bulan yang diperlihatkan oleh sapi betina pada kedua kelompok ini ada pada kelompok yang tidak memiliki pejantan di dalam kelompoknya dan pemeliharaanya juga intensif. Jarak beranak pada sapi-sapi betina pada kedua kelompok ini ternyata berada di bawa hasil-hasil penelitian terdahulu yang mendapatkan jarak beranak berkisar antara 14-17 bulan (Manggol, dkk., 2007).
Jarak beranak yang makin pendek ini memperlihatkan bahwa sapi Bali Timor jika dipelihara secara modern dengan memperhatikan kebutuhan pakanya terutama untuk anak mengelola aspek reproduksi induknya secara baik dengan manajemen pengelolaan breedingnya secara baik dapat memperlihatkan tampilan reproduksinya secara maksimal.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Beberapa simpulan yang diambil dari penelitian ini adalah :
- Untuk mendapatkan angka kelahiran sapi Bali yang tinggi (diatas 80 %) maka pemberian suplemen pada anak harus diikuti dengan pengelolaan reproduksi induk yang layak.
- Konsentrasi bulan beranak pada sapi Bali umumnya jatuh pada bulan Juni-Juni setiap tahun terutama pada kelompok kontrol dengan ketentuan harus disertai pengelolaan breeding yang layak
- Jarak beranak dapat diperpendek dengan memberikan tambahan pakan suplemen pada anak dan penyediaan pemacek di dalam kelompok betina induk.
- Tampilan reproduksi terutama angka kelahiran dan jarak beranak induk sapi Bali tidak yang diberi suplemen pada anaknya didukung dengan manajemen breeding yang layak.
Saran
1. Pemberian suplemen pada anak perlu dilakukan selain untuk menekan angka kematian anak dan mengoptimalkan tampilan reproduksi induknya
2. Penyediaan pejantan pemacek di dalam kelompok ternak betina mutlak dilakukan di semua kelompok betina induk baik yang anaknya diberi suplemen maupun tidak.
DAFTAR PUSTAKA
Jelantik, I G. N., T. Hvelplund, J. Madsen and M. R. Weisbjerg. 2001d. Effect of supplementation of fishmeal with different rumen crude protein degradability on intake and utilisation of urea ammoniated grass hay by kacang goats. In: I G. N. Jelantik. Improving Bali Catttle Bibos banteng Wagner) Production through Protein Supplementation. PhD Thesis. The Royal Veterinary and Agricultural University,
Kirby, G. W. M. 1979. Bali cattle in
Pastika, M. and D. Darmadja. 1976. Reproductive performance of Bali Cattle. Proc. Seminar on Reproductive performance of
Tidak ada komentar:
Posting Komentar